JAKARTA - Wacana untuk menghidupkan kembali Piala Indonesia kembali menjadi sorotan, tetapi Ketua Umum PSSI Erick Thohir belum memberi sinyal kuat bahwa turnamen tersebut akan segera bergulir. Bukan karena tidak adanya dukungan atau anggaran, melainkan tantangan logistik dan padatnya jadwal kompetisi yang membuat turnamen ini belum ideal untuk dijalankan kembali.
Erick menjelaskan bahwa Piala Indonesia bukan sekadar turnamen tambahan, melainkan kegiatan yang menuntut kesiapan secara menyeluruh. Ia menyebutkan bahwa penyelenggaraan turnamen nasional ini harus mempertimbangkan banyak aspek, termasuk kondisi geografis Indonesia yang sangat luas serta ketersediaan pemain yang terbatas.
“Geografis kita itu dari ujung ke ujung, delapan jam naik pesawat. Klubnya banyak, jaraknya jauh. Kalau klub Liga 1 saja sudah padat, mau dipaksakan juga akan memengaruhi performa mereka,” kata Erick Thohir, mantan Presiden Inter Milan yang kini juga menjabat sebagai Menteri BUMN.
Ia menekankan bahwa penyelenggaraan turnamen tidak bisa hanya didasarkan pada semangat dan antusiasme publik saja. Aspek teknis seperti rotasi pemain dan ketahanan fisik para pemain juga menjadi perhatian utama. Apalagi, Erick menilai bahwa kedalaman skuad yang dimiliki banyak klub Indonesia masih belum ideal.
"Kalau pemain timnas cedera semua, siapa yang mau ganti? Talent pool kita masih tipis. Ini bukan soal enggak mau, tetapi realita," ujarnya.
Risiko Cedera dan Dampaknya bagi Timnas
Kekhawatiran utama Erick Thohir datang dari potensi peningkatan cedera pemain jika klub dipaksa mengikuti lebih banyak kompetisi. Apalagi, klub-klub Liga 1 sudah memiliki jadwal yang cukup padat. Menambahkan Piala Indonesia dalam kalender kompetisi, menurut Erick, bisa memperburuk situasi.
Sebagai Ketua Umum PSSI, Erick mengemban tanggung jawab bukan hanya untuk klub, tetapi juga untuk menjaga performa tim nasional. Jika banyak pemain utama cedera akibat kelelahan atau beban pertandingan yang berlebihan, dampaknya bisa merugikan persiapan timnas dalam turnamen internasional.
Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia sedang dalam proses membangun timnas yang lebih kompetitif di kancah Asia dan dunia. Setiap langkah yang diambil PSSI, termasuk keputusan soal Piala Indonesia, harus berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap potensi manfaat dan risiko.
Sejarah dan Makna Piala Indonesia
Piala Indonesia sejatinya bukan turnamen biasa. Ia memiliki nilai historis tersendiri bagi pencinta sepak bola nasional. Turnamen ini mempertemukan klub-klub dari berbagai level kompetisi, termasuk tim-tim kecil dari pelosok daerah yang memiliki kesempatan menantang klub-klub besar.
Turnamen ini juga sering menghadirkan kejutan yang memperkaya narasi sepak bola Indonesia. Dari sisi hiburan dan penyebaran semangat kompetisi ke seluruh pelosok negeri, Piala Indonesia punya peran penting.
Namun, meski menyadari nilai historis dan emosional dari turnamen ini, Erick Thohir memilih untuk tidak terburu-buru. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak menolak gagasan untuk menghidupkan kembali Piala Indonesia, tetapi waktu pelaksanaannya harus didiskusikan secara matang bersama semua pemangku kepentingan.
"Saya mendukung Piala Indonesia, tetapi kapan bergulir? Itu yang harus didiskusikan bersama. Saya tidak takut dihujat, yang terpenting prosesnya jelas," ucapnya.
Terakhir Digelar 2018/19
Piala Indonesia terakhir kali digelar pada musim 2018/19, dengan PSM Makassar keluar sebagai juara setelah menaklukkan Persija Jakarta di babak final. Pertandingan digelar dalam dua leg, dan PSM unggul agregat 2-1 atas Macan Kemayoran. Gelar ini menjadi prestasi yang membanggakan bagi klub asal Sulawesi Selatan tersebut, sekaligus menjadi penutup perjalanan turnamen nasional itu hingga kini.
Sejak saat itu, Piala Indonesia mengalami vakum dan belum pernah digelar lagi. Meskipun beberapa kali muncul wacana untuk menghidupkan kembali turnamen tersebut, realisasinya masih belum terlihat. Tantangan pandemi sempat menjadi alasan pada tahun-tahun sebelumnya, namun kini alasan utamanya lebih pada teknis dan operasional.
Mempertemukan Klub Kecil dan Besar
Salah satu kekuatan dari Piala Indonesia adalah kemampuannya mempertemukan klub-klub besar dengan tim-tim dari kasta lebih rendah. Ini tidak hanya membuka peluang kejutan, tetapi juga memberikan eksposur kepada klub-klub daerah dan pemain-pemain muda berbakat.
Dalam banyak kasus, turnamen ini menjadi panggung bagi pesepakbola muda menunjukkan kualitasnya kepada klub-klub besar atau bahkan pelatih tim nasional. Namun semua potensi itu tetap harus ditakar secara realistis, terutama ketika menyangkut kesehatan pemain, infrastruktur pertandingan, dan kesiapan manajemen kompetisi.
Menunggu Langkah Nyata
Dengan semua tantangan dan pertimbangan yang ada, publik sepak bola Indonesia tampaknya harus lebih bersabar menunggu kehadiran kembali Piala Indonesia. Komitmen Erick Thohir untuk tidak asal mengambil keputusan dan menekankan pentingnya proses yang jelas menunjukkan pendekatan hati-hati dalam membangun ekosistem sepak bola nasional.
Meskipun tekanan dari publik dan media cukup tinggi, Erick menunjukkan bahwa ia lebih memilih jalan yang penuh pertimbangan dibanding keputusan reaktif. Dalam jangka panjang, sikap ini mungkin akan lebih bermanfaat bagi perkembangan sepak bola Indonesia secara menyeluruh.
Piala Indonesia akan tetap menjadi bagian dari identitas sepak bola nasional. Namun kapan ia akan kembali bergulir? Jawabannya masih menunggu diskusi dan kesiapan nyata dari seluruh elemen sepak bola Indonesia.