Kereta Api

Komitmen Pemerintah Kunci Kereta Api

Komitmen Pemerintah Kunci Kereta Api
Komitmen Pemerintah Kunci Kereta Api

JAKARTA - Upaya membangun jaringan transportasi masa depan Indonesia melalui proyek kereta api cepat Jakarta hingga Surabaya menghadapi tantangan besar. Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Dwiyana Slamet Riyadi, menyoroti pentingnya peran negara dalam menyukseskan proyek tersebut, terutama dari sisi pendanaan dan penyediaan infrastruktur dasar.

Dalam Kongres Global ke-12 Kereta Cepat yang digelar di Beijing pada 8 hingga 11 Juli 2025, Dwiyana mengungkapkan bahwa proyek-proyek kereta cepat memiliki tantangan tersendiri yang tidak bisa ditangani oleh badan usaha semata. Ia menekankan, keberlanjutan pembangunan kereta cepat di Indonesia sangat ditentukan oleh komitmen dan dukungan pemerintah.

“Kereta api cepat itu mahal. Tidak semua lembaga keuangan mau dan mampu membiayainya. Di banyak negara, proyek semacam ini dibiayai oleh negara. Maka, semua bergantung pada good will pemerintah,” kata Dwiyana.

Pandangan tersebut didasarkan pada pengalaman yang telah dilalui KCIC dalam proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau yang lebih dikenal dengan Whoosh. Proyek pertama kereta cepat di Indonesia itu memberikan banyak pelajaran, terutama dalam hal pembagian beban pembiayaan antara pemerintah dan pelaksana proyek.

Dwiyana menuturkan bahwa proyek Whoosh membuktikan tingginya biaya investasi yang harus ditanggung. Jika seluruh beban hanya dibebankan kepada pelaksana seperti KCIC, maka proses pengembalian modal akan menjadi sangat berat dan berlangsung terlalu lama. Oleh karena itu, menurutnya, dukungan negara sangat dibutuhkan, setidaknya dalam penyediaan lahan dan sebagian infrastruktur pendukung.

“Minimal lahan dan sebagian infrastruktur perlu disiapkan pemerintah. Jika tidak, beban investasi KCIC menjadi sangat berat dan pengembalian modal jadi terlalu lama,” tambahnya.

Whoosh sendiri sudah mulai beroperasi sejak Oktober 2023 dan menjadi simbol modernisasi transportasi Indonesia. Dengan jalur Jakarta hingga Bandung yang kini bisa ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam, Whoosh menunjukkan potensi besar sistem kereta api cepat untuk menjawab kebutuhan mobilitas masyarakat secara efisien.

Namun, Dwiyana mengingatkan bahwa membangun jalur kereta cepat bukanlah hal yang bisa dilakukan secara instan. Dibutuhkan perencanaan yang matang, terutama dalam proyek lanjutan Jakarta hingga Surabaya yang kini masih dalam tahap studi awal atau preliminary study.

Meski proyek ini sudah masuk dalam master plan transportasi nasional, kajian menyeluruh masih harus dilakukan sebelum proses pembangunan bisa dimulai. Kajian tersebut meliputi penentuan trase jalur, kelayakan lahan, dan skema pembiayaan.

“Belum ada penentuan trase atau perkiraan pembiayaan. Namun, pemerintah menunjukkan niat untuk mengembangkan ke arah sana. Semua akan bergantung pada hasil kajian, termasuk kelayakan finansial,” ujar Dwiyana.

Studi awal ini dikerjakan oleh China Railway Design Corporation (CRDC) yang berkolaborasi dengan beberapa konsultan asal Indonesia. Menurut Dwiyana, kolaborasi ini bertujuan menciptakan hasil kajian yang seimbang dari sisi teknis dan lokalitas kebutuhan proyek.

“Harapannya masukan yang dihasilkan bisa lebih obyektif dan sesuai konteks Indonesia,” imbuhnya.

Selain itu, ia juga menegaskan bahwa proyek kereta cepat tidak hanya soal infrastruktur fisik, melainkan juga mencerminkan visi jangka panjang negara dalam membangun konektivitas antarwilayah. Oleh karena itu, proyek ini seharusnya dilihat sebagai bagian dari pembangunan nasional, bukan sekadar investasi bisnis semata.

Kehadiran kereta cepat di Indonesia bukan hanya akan memangkas waktu perjalanan, tapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan-kawasan yang dilalui. Konektivitas yang tinggi akan mendorong pemerataan pembangunan, mempercepat distribusi barang dan jasa, serta membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar.

Namun, seperti yang diungkapkan Dwiyana, semua itu tidak akan terwujud tanpa peran aktif pemerintah. Negara perlu hadir dalam bentuk kebijakan pendukung, penyediaan lahan, hingga jaminan keamanan investasi. Sebab, tanpa landasan tersebut, proyek sebesar ini akan sulit berjalan sesuai harapan.

Di tengah tren global pembangunan kereta cepat, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menunjukkan kemampuannya. Kehadiran KCIC dalam kongres internasional tersebut menjadi sinyal bahwa Indonesia siap belajar dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi dunia.

Namun, kesiapan teknis dan kerja sama internasional saja tidak cukup. Proyek ini akan menemukan jalannya hanya jika ada sinergi nyata antara badan usaha, pemerintah, dan masyarakat. Sebuah visi besar memang selalu memerlukan konsensus dan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait.

Melalui pengalaman Whoosh dan studi awal proyek Jakarta–Surabaya, KCIC berharap bisa memberi masukan yang konstruktif untuk pengembangan transportasi nasional ke depan. Bagi Dwiyana dan timnya, proyek kereta cepat bukan hanya tentang kecepatan dan teknologi, tetapi tentang membangun masa depan transportasi yang berkelanjutan dan inklusif.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index