BMKG

BMKG Ingatkan Wisatawan Pantai

BMKG Ingatkan Wisatawan Pantai
BMKG Ingatkan Wisatawan Pantai

JAKARTA - Libur sekolah sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bepergian ke berbagai destinasi wisata, salah satunya ke pantai. Namun, di tengah semaraknya wisata pesisir, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan agar kewaspadaan terhadap kondisi cuaca, terutama gelombang tinggi, tidak diabaikan. Khususnya bagi wisatawan yang memilih wilayah pantai selatan Sumatra, selatan Jawa, hingga selatan Bali sebagai tujuan liburan.

BMKG mengimbau agar wisatawan senantiasa memeriksa informasi prakiraan cuaca dan kondisi gelombang secara berkala sebelum melakukan perjalanan wisata ke pantai. Langkah ini penting untuk menghindari potensi bahaya yang bisa muncul akibat perubahan cuaca maupun dinamika laut yang tak terduga.

“Berwisata di darat, di pegunungan ada potensi longsor di dataran banjir. Tapi banyak yang senang berwisata di pantai, berarti harus ada cek prakiraan cuaca dan kondisi gelombang. Ini juga bisa diprediksi gelombangnya,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam wawancara eksklusif program One on One di SindonewsTV, yang berlangsung di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Peringatan ini bukan tanpa alasan. Pantai di kawasan selatan Indonesia saat ini berada dalam status waspada. Berdasarkan data pemantauan BMKG, wilayah tersebut masuk dalam kategori oranye yang menandakan potensi gelombang setinggi 2,5 hingga 3 meter. Tinggi gelombang semacam ini dapat membahayakan aktivitas wisata bahari maupun warga pesisir, terlebih jika tidak disertai antisipasi yang tepat.

“Pantai di bagian selatan Sumatra, selatan Jawa, selatan Bali saat ini warnanya oranye. Menunjukkan tinggi gelombang 2,5-3 meter sehingga kita bisa mengukur. Semakin ke timur, tinggi gelombang semakin turun,” kata Dwikorita menjelaskan.

Berbeda dengan kawasan selatan, kondisi gelombang di Laut Jawa atau pesisir utara Pulau Jawa justru tergolong lebih tenang. Berdasarkan pantauan BMKG, Laut Jawa saat ini berada dalam zona biru yang menandakan gelombang rendah sekitar 0,5 meter. Meski demikian, Dwikorita tetap meminta masyarakat untuk tidak lengah, sebab potensi bencana seperti banjir rob tetap ada dan bisa terjadi sewaktu-waktu, terutama pada saat pasang tinggi dan bulan purnama.

“Kalau di Laut Jawa menunjukkan warna biru, artinya rendah 0,5 meter. Kalau berwisata di Laut Jawa masih oke,” ucapnya.

Dengan paparan tersebut, BMKG berharap masyarakat tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga mengutamakan keselamatan dalam setiap kegiatan wisata. Pemantauan terhadap prakiraan cuaca dan kondisi laut menjadi kunci penting untuk memastikan perjalanan liburan berjalan aman dan nyaman.

Dwikorita juga menggarisbawahi pentingnya peran keluarga dan pengelola destinasi wisata dalam memberikan edukasi mengenai bahaya gelombang tinggi. Terlebih bagi wisatawan yang datang bersama anak-anak, kehati-hatian harus menjadi prioritas.

Menurut BMKG, dinamika atmosfer dan laut Indonesia memang sangat dipengaruhi oleh perubahan cuaca global, termasuk fenomena seperti El Nino dan La Nina, serta pergerakan angin muson. Oleh karena itu, kondisi di laut selatan Indonesia dapat berubah dengan cepat dan mempengaruhi tinggi gelombang secara signifikan. Dalam situasi seperti ini, informasi dari BMKG dapat menjadi rujukan utama dalam mengambil keputusan untuk berwisata ke wilayah pantai.

Kepala BMKG itu mengajak masyarakat untuk memanfaatkan teknologi dan aplikasi resmi dari BMKG untuk mengakses informasi cuaca, gelombang laut, hingga potensi bencana hidrometeorologi lainnya. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi cepat dan akurat, tetapi juga bisa merencanakan perjalanan liburan dengan lebih matang.

“Cek prakiraan cuaca dan kondisi gelombang itu sangat penting, karena bisa menyelamatkan kita dari risiko yang tidak diinginkan,” tegas Dwikorita.

Secara umum, wilayah Indonesia memang memiliki karakteristik geografis yang menjadikannya rawan terhadap bencana berbasis cuaca dan laut. Oleh sebab itu, kewaspadaan terhadap prakiraan cuaca bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau lembaga terkait, melainkan juga harus menjadi kesadaran kolektif masyarakat, terutama saat merencanakan aktivitas wisata di luar ruangan.

Saat ini, menurut informasi dari BMKG, potensi gelombang tinggi juga didorong oleh pergerakan angin yang cukup kuat di wilayah Samudra Hindia selatan Indonesia. Kecepatan angin yang meningkat dapat memicu pembentukan gelombang tinggi yang menyebar ke wilayah pantai-pantai selatan tersebut. Oleh karena itu, semakin penting bagi wisatawan untuk memahami bahwa meskipun cuaca terlihat cerah, kondisi laut bisa saja berbahaya.

Selain itu, fenomena pasang surut laut juga berperan besar dalam memicu terjadinya gelombang tinggi yang berbahaya. Pada saat bulan purnama atau bulan baru, gaya tarik gravitasi bulan terhadap bumi menjadi lebih kuat, memicu naiknya permukaan air laut. Dalam kondisi tersebut, gelombang yang seharusnya tidak membahayakan bisa berubah menjadi ancaman serius.

BMKG menekankan bahwa edukasi tentang gelombang tinggi seharusnya menjadi bagian dari sistem peringatan dini di kawasan wisata. Papan peringatan di lokasi wisata, pengumuman melalui pengeras suara, dan pelatihan singkat kepada pemandu wisata bisa menjadi langkah sederhana namun efektif untuk meminimalkan risiko kecelakaan.

Keselamatan wisatawan, menurut BMKG, merupakan hal yang tidak boleh dikompromikan. Oleh karena itu, semua pihak termasuk pemerintah daerah, pengelola wisata, hingga media diharapkan turut menyebarkan informasi mengenai potensi bahaya gelombang tinggi dan pentingnya memperhatikan prakiraan cuaca sebelum beraktivitas di wilayah pesisir.

Dengan meningkatnya kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, diharapkan liburan sekolah dapat tetap menyenangkan tanpa harus menghadapi risiko yang bisa dihindari. BMKG berkomitmen untuk terus memberikan informasi yang akurat dan terkini, agar masyarakat Indonesia dapat menikmati liburannya dengan aman dan nyaman.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index