JAKARTA - Pendekatan masyarakat dalam menghadapi banjir kini mendapat perhatian serius dari BMKG. Melalui sistem yang telah dikembangkan selama dua dekade, Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas (KP2C) menunjukkan bahwa peringatan dini banjir yang efektif dapat dimulai dari warga terdampak langsung. Dalam sebuah pertemuan strategis yang digelar di Kantor Pusat BMKG Jakarta, KP2C membagikan pengalaman mereka dalam membangun sistem peringatan dini berbasis komunitas yang kini sudah melibatkan puluhan ribu orang.
Ketua KP2C, Puarman, menjelaskan kepada jajaran BMKG yang dipimpin oleh Direktur Informasi Iklim BMKG, Marjuki, bahwa sistem ini telah mulai dirintis sejak 2004. Kini, jaringan KP2C mencakup lebih dari 32.000 orang warga yang berada di wilayah terdampak banjir, khususnya di sekitar Sungai Cileungsi, Sungai Cikeas, dan Kali Bekasi.
“Anggota KP2C saat ini berjumlah 32.000 orang yang semuanya warga terdampak luapan Sungai Cileungsi, Sungai Cikeas dan Kali Bekasi,” kata Puarman saat presentasi di hadapan BMKG.
Dalam pertemuan tersebut, KP2C memaparkan bagaimana sistem yang mereka kembangkan telah terbukti menyelamatkan nyawa, bahkan saat banjir ekstrem melanda dengan ketinggian mencapai 4 meter. Kunci dari efektivitas sistem ini adalah kecepatan informasi yang berbasis pada partisipasi warga di lapangan.
Pertemuan itu tak hanya menjadi ajang saling berbagi praktik baik, tetapi juga menghasilkan rencana konkret. BMKG dan KP2C sepakat untuk melakukan kolaborasi dalam upaya meningkatkan akurasi dan efektivitas sistem peringatan dini banjir. Salah satu fokus kerja sama adalah menciptakan korelasi yang lebih akurat antara data curah hujan di wilayah hulu sungai dan potensi peningkatan tinggi muka air (TMA) di aliran sungai.
“Dengan adanya kolaborasi ini, kita akan mengetahui potensi banjir lebih dini dibanding sebelumnya,” ujar Puarman menegaskan manfaat dari rencana sinergi tersebut.
Penguatan dari Kemenko PMK
Kerja sama dengan BMKG ini bukanlah langkah awal. Sebelumnya, KP2C telah melakukan audiensi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), tepatnya dengan Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial, Lilik Kurniawan.
Dalam kesempatan itu, KP2C mempresentasikan inisiatif serta capaian mereka selama ini, termasuk upaya mereka dalam menciptakan sistem informasi bencana yang inklusif dan partisipatif. Sistem ini menjadi bentuk nyata pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi risiko banjir yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Lilik Kurniawan secara terbuka memberikan apresiasi terhadap peran KP2C. Ia menilai, model yang dijalankan komunitas ini dapat menjadi contoh bagi wilayah lain dalam mengembangkan mitigasi bencana yang efektif.
“KP2C menunjukkan komitmen luar biasa dalam membangun sistem informasi bencana yang partisipatif dan inklusif. Ini bisa menjadi role model nasional dalam mitigasi banjir berbasis komunitas,” ujar Lilik.
Integrasi Data Lapangan dan Sains
Salah satu kekuatan utama KP2C adalah pemanfaatan data lapangan yang dikumpulkan secara langsung oleh masyarakat. Setiap peristiwa hujan deras, kenaikan tinggi muka air, dan potensi banjir dicatat dan dianalisis secara cepat untuk kemudian disebarkan kepada warga melalui kanal komunikasi komunitas. Kecepatan informasi menjadi kunci.
Melalui kolaborasi dengan BMKG, sistem ini akan diperkuat dengan data meteorologis yang lebih komprehensif. Dengan menggabungkan sains dan praktik komunitas, diharapkan informasi yang diterima warga akan lebih tepat waktu dan akurat.
Dalam pertemuan itu, BMKG menyambut baik pendekatan berbasis komunitas ini. BMKG mengakui bahwa pelibatan masyarakat adalah bagian penting dari sistem peringatan dini yang efektif. Oleh karena itu, mereka mendukung inisiatif KP2C untuk memperluas kolaborasi ke tingkat yang lebih formal dan terstruktur.
Keberlanjutan dan Pengembangan
Puarman menyatakan bahwa kolaborasi ini diharapkan tidak berhenti pada pertemuan semata. Ke depan, KP2C berharap ada transfer pengetahuan dan pelatihan teknis dari BMKG kepada para relawan komunitas. Ini termasuk pemahaman soal prediksi cuaca, membaca data curah hujan, hingga penggunaan alat pemantau banjir sederhana di titik-titik rawan.
Menurutnya, makin banyak warga yang teredukasi tentang potensi bahaya banjir dan cara menyikapinya, maka makin kecil pula risiko korban jiwa dan kerugian material.
“Kami percaya bahwa pengetahuan adalah perlindungan pertama. Komunitas yang memiliki informasi yang tepat, akan mampu bertindak cepat,” tegas Puarman.
Dalam konteks perubahan iklim dan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem, kerja sama antara lembaga negara seperti BMKG dan komunitas lokal seperti KP2C menjadi semakin krusial. Sistem peringatan dini bukan hanya soal teknologi canggih, tetapi juga soal komunikasi yang efektif dan kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang diberikan.
Kolaborasi ini diharapkan menjadi tonggak baru dalam membangun sistem mitigasi bencana yang berbasis data, sains, dan gotong royong masyarakat. Jika berhasil, model ini bisa direplikasi di wilayah lain yang juga menghadapi ancaman banjir serupa.
Dengan sinergi antara ilmu pengetahuan dan aksi warga, Indonesia membangun harapan baru dalam menghadapi tantangan bencana yang semakin kompleks. BMKG dan KP2C telah menunjukkan bahwa ketika negara dan rakyat bergerak bersama, keselamatan menjadi lebih dekat untuk diraih.