JAKARTA - Tingginya laju inflasi di beberapa wilayah masih menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir, menegaskan agar kepala daerah lebih aktif mengendalikan harga kebutuhan pokok, terutama di daerah dengan angka inflasi tertinggi seperti Sumatera Utara yang kini mencapai 5,32 persen.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025, Senin (6/10/2025). Menurut Tomsi, kendati sebagian besar daerah sudah berhasil menekan harga pangan, masih ada wilayah yang belum menunjukkan hasil optimal.
“Inflasi 5,32% itu sudah sangat terasa di masyarakat. Kami mohon ini menjadi perhatian gubernur, khususnya daerah dengan inflasi tertinggi,” tegas Tomsi.
Harga Pangan Masih Tinggi di 60 Daerah
Tomsi mengungkapkan, dari hampir 500 kabupaten/kota di Indonesia, harga beras dan minyak goreng yang menjadi komoditas penyumbang inflasi utama kini hanya tersisa di sekitar 60 daerah yang belum mengalami penurunan signifikan.
“Itu menandakan kalau kita bekerja dengan rajin, hasilnya bisa terlihat. Faktanya, beras dan minyak goreng bisa turun di sebagian besar daerah,” ujarnya.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kerja sama semua pihak di daerah tetap penting agar stabilitas harga bisa merata, bukan hanya di sebagian wilayah.
Evaluasi Pengendalian Inflasi: Banyak Daerah Belum Optimal
Kemendagri mencatat belum semua daerah disiplin menjalankan program pengendalian inflasi. Berdasarkan evaluasi, hanya 43 daerah yang dinilai rajin melaksanakan sembilan langkah pengendalian inflasi yang telah dianjurkan pemerintah.
Sementara itu, 159 daerah masuk kategori sedang, 287 daerah hanya menjalankan sebagian, bahkan ada 25 daerah yang sama sekali tidak menerapkan langkah yang telah disarankan.
Temuan ini menunjukkan bahwa keberhasilan menekan inflasi sangat dipengaruhi oleh komitmen dan kedisiplinan masing-masing kepala daerah.
Provinsi dengan Inflasi Tinggi
Tomsi menyebutkan sejumlah provinsi yang masih mencatatkan angka inflasi cukup tinggi. Selain Sumatera Utara (5,32%), ada juga:
Riau (5,08%)
Aceh (4,45%)
Sulawesi Tengah (3,88%)
Jambi (3,77%)
Sulawesi Utara (3,68%)
Papua Pegunungan (3,55%)
Sumatera Barat (3,22%)
“Kalau kepala daerah turun langsung ke pasar, mereka akan merasakan betul dampaknya. Padahal, distribusi di Papua Pegunungan jauh lebih sulit, tapi inflasinya masih bisa dijaga di kisaran 3%,” jelasnya.
Contoh Daerah dengan Angka Tinggi
Beberapa daerah di Sumatera Utara menjadi perhatian khusus karena inflasinya jauh di atas rata-rata. Kabupaten Deliserdang mencatat inflasi 6,81%, sementara Kota Pematang Siantar mencapai 5,84%.
Tomsi menilai angka tersebut cukup memberatkan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah yang sangat bergantung pada stabilitas harga kebutuhan pokok.
“Kalau daerah lain bisa, seharusnya daerah-daerah dengan inflasi tinggi juga bisa menurunkannya,” katanya.
Peran Kepala Daerah Diuji
Menurut Tomsi, pengendalian inflasi tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan pusat. Kepala daerah harus lebih sering turun ke lapangan untuk memastikan harga pangan di pasar terkendali, distribusi lancar, serta stok mencukupi.
Ia menekankan pentingnya sensitivitas pemimpin daerah terhadap gejolak harga di pasar. Dengan begitu, langkah antisipasi bisa segera diambil sebelum harga melonjak terlalu tinggi dan membebani masyarakat.
Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemerintah pusat bersama Bank Indonesia telah menjalankan program sinergi untuk menjaga inflasi, salah satunya dengan memperkuat distribusi bahan pokok serta melakukan operasi pasar di daerah.
Namun, Tomsi menegaskan bahwa efektivitas program hanya akan terlihat bila kepala daerah ikut bergerak aktif.
Menurutnya, inflasi pangan bukan sekadar persoalan angka statistik, melainkan langsung dirasakan masyarakat sehari-hari. Harga beras, minyak goreng, dan komoditas pokok lain yang melambung bisa menurunkan daya beli masyarakat serta memicu keresahan sosial.
Harapan agar Inflasi Lebih Terkendali
Tomsi berharap dengan adanya evaluasi ini, daerah-daerah dengan inflasi tinggi segera melakukan langkah konkret. Perbaikan distribusi, pemantauan stok, serta kerja sama lintas sektor menjadi kunci untuk menekan harga pangan.
“Inflasi yang tinggi langsung terasa oleh masyarakat kecil. Karena itu, daerah yang masih merah dalam catatan inflasi harus bekerja lebih keras agar harga kebutuhan pokok bisa stabil,” pungkasnya.
Penutup
Kasus tingginya inflasi di beberapa wilayah, terutama di Sumatera Utara, menjadi peringatan bahwa pengendalian harga pangan masih perlu perhatian serius. Meski sebagian besar daerah sudah menunjukkan perbaikan, masih ada kepala daerah yang belum optimal menjalankan program pengendalian.
Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, diharapkan angka inflasi bisa kembali terkendali sehingga stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga.