JAKARTA - Tragedi robohnya mushalla Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi pengingat pahit akan pentingnya penerapan standar keselamatan konstruksi di fasilitas publik.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan bahwa pemerintah daerah harus mengambil peran lebih aktif dalam mengawasi kelayakan bangunan masyarakat, baik yang bersifat komunal maupun swadaya.
Dalam keterangan usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan ODOL (Over Dimension Over Loading) di Jakarta, Senin, AHY menyampaikan imbauannya.
“Saya mengimbau para pemimpin di daerah lebih proaktif lagi meyakinkan agar kondisi infrastruktur bangunan masyarakat yang tidak semua merupakan proyek pemerintah, banyak sekali itu adalah aset pribadi, aset komunal, proyek swadaya yang harus saling mengingatkan dan harus diawasi,” ujarnya.
Pernyataan ini sekaligus mencerminkan keseriusan pemerintah pusat dalam mendorong kolaborasi lintas otoritas agar tragedi serupa tidak kembali terulang.
Bangunan Tidak Sesuai Standar Jadi Penyebab Utama
Berdasarkan hasil koordinasi pemerintah dengan Kementerian Pekerjaan Umum, Basarnas, serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur, AHY mengungkapkan penyebab utama robohnya mushalla tersebut adalah konstruksi yang tidak sesuai dengan standar keselamatan.
“Memang akibat kondisi bangunan yang tidak layak, bisa dikatakan tidak sesuai dengan standar konstruksi yang memenuhi aspek keamanan. Ini yang menyebabkan abruknya bangunan sehingga mengakibatkan banyak sekali korban jiwa,” jelas AHY.
Temuan ini memperlihatkan bahwa lemahnya pengawasan terhadap bangunan publik, khususnya yang dibangun secara swadaya atau tanpa pengawasan teknis yang ketat, dapat berakibat fatal.
Duka Mendalam dan Peringatan untuk Semua Pihak
AHY turut menyampaikan rasa duka mendalam atas banyaknya korban jiwa dalam insiden tersebut. Bagi pemerintah, tragedi ini menjadi alarm keras yang menuntut langkah preventif lebih serius.
“Keselamatan manusia harus menjadi prioritas utama. Mari kita sama-sama menegakkan kembali standar konstruksi bangunan yang memang memenuhi aspek yang layak dan juga aman buat semua,” tegas AHY.
Ia menekankan, fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, hingga tempat ibadah harus berada dalam pengawasan ketat dan rutin. Pemerintah daerah diminta tidak hanya menunggu laporan masyarakat, melainkan aktif melakukan inspeksi maupun audit bangunan yang berpotensi menimbulkan bahaya.
Tanggung Jawab Kolektif
Imbauan AHY mencerminkan bahwa persoalan kelayakan bangunan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat. Ia menilai peran pemerintah daerah sangat vital karena mereka berada paling dekat dengan masyarakat dan bisa memastikan langsung kondisi lapangan.
Dengan banyaknya fasilitas publik yang dibangun melalui swadaya, gotong royong, maupun dana masyarakat, risiko pembangunan yang tidak memenuhi standar teknis lebih tinggi. Oleh karena itu, pengawasan berlapis menjadi penting untuk menjamin keselamatan pengguna bangunan.
Fakta Terbaru dari Lokasi Tragedi
Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas) mencatat, hingga Senin 6 Oktober pukul 19.00 WIB, terdapat 63 korban meninggal dunia akibat robohnya mushalla Ponpes Al Khoziny. Dari jumlah tersebut, enam di antaranya merupakan bagian tubuh yang tidak utuh.
Sebanyak 167 orang berhasil dievakuasi, dengan 104 orang di antaranya dinyatakan selamat. Namun, hasil kaji cepat di lapangan menunjukkan masih ada sekitar 10 korban yang diperkirakan tertimbun reruntuhan dan hingga kini masih dalam proses pencarian.
Tragedi ini menambah panjang daftar insiden bangunan roboh di Indonesia yang kerap disebabkan oleh kelalaian standar konstruksi.
Dorongan untuk Perubahan Sistematis
Tragedi di Sidoarjo menegaskan urgensi perubahan pola pengawasan infrastruktur publik. Pemerintah pusat bersama daerah dituntut untuk lebih disiplin dalam menerapkan aturan, baik dari tahap perencanaan, pembangunan, hingga pemeliharaan.
Langkah preventif seperti audit bangunan publik, penerapan sertifikasi teknis, serta mekanisme perizinan yang lebih ketat menjadi kunci pencegahan.
Tidak hanya itu, sosialisasi mengenai standar keselamatan bangunan kepada masyarakat yang kerap membangun fasilitas secara swadaya juga diperlukan agar kesalahan serupa tidak terulang.
Keselamatan sebagai Prioritas Utama
AHY menegaskan kembali bahwa keselamatan manusia harus ditempatkan di atas kepentingan lainnya. Tragedi Sidoarjo menjadi momentum untuk memperbaiki sistem dan kesadaran bersama mengenai pentingnya standar konstruksi.
Dengan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah daerah, kolaborasi lintas kementerian, serta dukungan penuh masyarakat, diharapkan tidak ada lagi korban jiwa akibat kelalaian teknis dalam pembangunan fasilitas publik.
“Ini menjadi tanggung jawab kita bersama. Dari pemerintah pusat, daerah, hingga masyarakat, mari kita pastikan bangunan publik yang ada benar-benar layak, aman, dan mampu melindungi penggunanya,” kata AHY menutup pernyataannya.
Kesimpulan
Kasus robohnya mushalla Ponpes Al Khoziny bukan sekadar tragedi kemanusiaan, tetapi juga pelajaran berharga bagi sistem pembangunan di Indonesia.
Dengan menegakkan standar konstruksi secara disiplin, memperkuat peran pemerintah daerah dalam pengawasan, serta melibatkan masyarakat dalam kepatuhan teknis, keselamatan publik dapat lebih terjamin.
AHY berharap momentum ini menjadi titik balik dalam penegakan regulasi infrastruktur agar peristiwa serupa tidak kembali melukai bangsa.