Wamenkes

Penambahan Wamenkes Baru untuk Tangani Isu BGN dan MBG

Penambahan Wamenkes Baru untuk Tangani Isu BGN dan MBG
Penambahan Wamenkes Baru untuk Tangani Isu BGN dan MBG

JAKARTA - Langkah Presiden Prabowo Subianto menambah satu posisi Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) mendapat perhatian luas publik. Keputusan tersebut bukan tanpa alasan. 

Pemerintah menilai kompleksitas persoalan kesehatan nasional, terutama terkait Badan Gizi Nasional (BGN) dan program Makan Bergizi Gratis (MBG), membutuhkan pengawasan dan penanganan yang lebih intensif di tingkat kementerian.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan, keputusan Presiden Prabowo itu diambil karena beban kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) semakin besar. 

Selain menangani berbagai isu kesehatan publik, Kemenkes juga memikul tanggung jawab besar dalam mengawasi pelaksanaan MBG—program unggulan pemerintahan saat ini yang sempat menuai sorotan akibat kasus keracunan massal.

“Untuk Wakil Menteri Kesehatan, sama karena begitu besar dan begitu berat tugas di Kementerian Kesehatan, termasuk juga untuk membantu memastikan beberapa masalah (MBG) yang terjadi di Badan Gizi Nasional, maka Presiden memutuskan mengangkat dan menambah satu wakil menteri di Kementerian Kesehatan,” ujar Prasetyo Hadi di Istana Negara, Jakarta.

Pelantikan Wamenkes Benjamin Paulus Octavianus

Penambahan kursi wakil menteri ini resmi dilakukan saat Presiden Prabowo melantik dr. Benjamin Paulus Octavianus, Sp.P, FISR sebagai Wamenkes baru. Dengan pelantikan tersebut, kini terdapat dua Wakil Menteri Kesehatan, yakni Dante Saksono Harbuwono dan Benjamin Paulus.

Pelantikan Benjamin dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32/M Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih Tahun 2024–2029. 

Dokumen tersebut dibacakan oleh Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara, Nunik Purwanti.

Menurut Mensesneg, tambahan satu Wamenkes diharapkan dapat memperkuat koordinasi lintas sektor kesehatan, khususnya dalam memastikan perbaikan sistem di BGN dan keberlanjutan program MBG agar berjalan aman serta sesuai standar kesehatan masyarakat.

Sorotan Publik pada Kasus Keracunan MBG

Keputusan ini tak lepas dari meningkatnya sorotan terhadap kasus keracunan dalam program MBG yang menimbulkan ribuan korban di berbagai daerah.

Kepala BGN Dadan Hidayana mencatat, hingga 30 September 2025, ada lebih dari 6.457 orang terdampak akibat konsumsi makanan dari program tersebut.

“Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang. Kemudian wilayah III ada 1.003 orang,” ujar Dadan dalam rapat Komisi IX DPR RI.

Laporan serupa juga datang dari Kemenkes yang mencatat 60 kasus keracunan dengan total 5.207 penderita hingga pertengahan September 2025.

Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut terdapat 55 kasus dengan 5.320 penderita, dengan Jawa Barat sebagai provinsi dengan kasus terbanyak.

Presiden Prabowo sendiri menyebut insiden tersebut sebagai “masalah besar” yang harus segera dibenahi. Pemerintah pun bergerak cepat untuk menekan risiko berulangnya kasus serupa.

Langkah Pemerintah Perbaiki Sistem MBG dan BGN

Sebagai respons atas kejadian tersebut, pemerintah menutup Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum MBG yang dinilai bermasalah di sejumlah daerah. 

Selain itu, semua SPPG diwajibkan memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) untuk memastikan kebersihan dan keamanan proses penyajian makanan.

Langkah evaluatif juga diterapkan terhadap juru masak dan alur pengelolaan limbah dapur. Pemerintah menilai bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia di dapur MBG menjadi hal mendesak, karena banyak kasus disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan virus akibat kelalaian kebersihan.

Selain itu, pemerintah akan melakukan restrukturisasi tata kelola BGN agar lebih profesional. Presiden Prabowo bahkan memerintahkan agar BGN segera merekrut koki profesional dan tenaga ahli gizi terlatih demi memastikan kualitas makanan yang disajikan kepada masyarakat.

Dengan kehadiran Wamenkes baru, diharapkan koordinasi antara Kemenkes, BGN, dan lembaga pengawasan lain seperti BPOM dapat berjalan lebih efisien.

Profil Singkat dr. Benjamin Paulus Octavianus

Wamenkes baru, dr. Benjamin Paulus Octavianus, bukan sosok baru di dunia kesehatan. Pria kelahiran Malang, 13 September 1963 ini merupakan dokter spesialis paru yang telah lama berpraktik di sejumlah rumah sakit di Jakarta, termasuk RS Royal Trauma Grogol Petamburan dan RS Pantai Indah Kapuk.

Ia juga aktif dalam organisasi profesi, tercatat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Dalam perjalanan kariernya, Benjamin menempuh pendidikan kedokteran umum di Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan lulus pada 1994. Ia kemudian melanjutkan studi spesialisasi pulmonologi (paru) di Universitas Brawijaya, Malang, dan meraih gelar spesialis pada 2004.

Selain dikenal sebagai dokter, Benjamin juga memiliki pengalaman di pemerintahan. Berdasarkan laman resmi Kementerian Pertahanan (Kemenhan), ia pernah menjabat sebagai Asisten Khusus Menteri Pertahanan bidang Kesehatan. 

Dalam dunia politik, Benjamin juga tercatat sebagai kader Partai Gerindra, serta pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Kesehatan di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra.

Tantangan Besar di Depan Wamenkes Baru

Pelantikan Benjamin sebagai Wamenkes di tengah sorotan publik terhadap program MBG menandai tantangan berat di awal masa jabatannya. Pemerintah berharap keberadaan dua wakil menteri di Kemenkes bisa mempercepat upaya pemulihan kepercayaan publik terhadap program kesehatan nasional.

“Begitu besar dan begitu berat tugas di Kementerian Kesehatan,” ujar Mensesneg Prasetyo menegaskan.

Kemenkes kini dihadapkan pada dua prioritas utama: memastikan penanganan kasus keracunan MBG berjalan transparan dan adil, serta memperbaiki sistem pengawasan gizi nasional agar lebih ketat dan akuntabel.

Selain itu, peningkatan koordinasi lintas lembaga antara Kemenkes, BPOM, dan BGN juga akan menjadi kunci dalam mengembalikan reputasi program MBG sebagai salah satu pilar penting kebijakan pangan dan gizi pemerintahan Prabowo.

Dengan pengalaman medis dan latar belakang organisasi yang kuat, Benjamin diharapkan mampu menghadirkan kebijakan berbasis ilmu kesehatan dan manajemen risiko, bukan sekadar administratif.

Harapan untuk Reformasi Sistem Kesehatan

Langkah Presiden menambah satu Wamenkes menunjukkan keseriusan pemerintah memperkuat sektor kesehatan di tengah tantangan nasional. 

Dengan pembagian tugas yang lebih proporsional antara menteri dan dua wakilnya, Kemenkes diharapkan mampu lebih fokus dalam mengawal reformasi sistem pelayanan dan keamanan pangan nasional.

Kehadiran dr. Benjamin Paulus Octavianus diharapkan menjadi energi baru untuk memperbaiki tata kelola BGN dan memastikan program MBG kembali berjalan sesuai tujuannya—meningkatkan gizi masyarakat tanpa mengorbankan keselamatan rakyat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index