Kejagung

Kejagung Kesulitan Eksekusi Silfester Matutina, Minta Bantuan Pengacara

Kejagung Kesulitan Eksekusi Silfester Matutina, Minta Bantuan Pengacara
Kejagung Kesulitan Eksekusi Silfester Matutina, Minta Bantuan Pengacara

JAKARTA - Upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengeksekusi putusan hukum terhadap Silfester Matutina, terpidana kasus fitnah terhadap Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), masih belum membuahkan hasil. 

Hingga kini, keberadaan Silfester belum diketahui secara pasti, sementara pihak Kejagung justru meminta bantuan pengacaranya untuk menghadirkan sang terpidana ke hadapan jaksa eksekutor.

Permintaan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, yang berharap kerja sama antara aparat penegak hukum dan pihak kuasa hukum bisa mempercepat proses eksekusi.

“Sebagai penegak hukum yang baik, ya sesama kita (jaksa dan pengacara) menegakkan yang baik, tolonglah kalau bisa bantulah dihadirkan. Katanya kan ada di Jakarta. Ya, bantulah penegak hukum, bawalah ke kita,” ujar Anang di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta,.

Menurut Anang, hingga saat ini Kejaksaan masih berupaya mencari keberadaan Silfester. Ia memastikan bahwa langkah-langkah hukum telah ditempuh oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan sebagai pihak pelaksana eksekusi.

“Kami mencari. Yang jelas, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sudah melakukan langkah-langkah hukum sesuai dengan ketentuan,” kata Anang.

Belum Masuk Daftar Buronan

Kendati keberadaan Silfester belum ditemukan dan ia tidak memenuhi panggilan jaksa, Kejagung belum menetapkannya sebagai daftar pencarian orang (DPO).

“Belum, ini kita belum (menetapkan). Nanti punya strategi sendiri,” ujar Anang.

Ia juga membantah adanya dugaan bahwa Silfester dibantu pihak tertentu untuk menghindari eksekusi. Menurutnya, jaksa masih mengedepankan pendekatan hukum yang proporsional dan berharap pihak pengacara dapat beritikad baik membantu menghadirkan kliennya. 

“Tolong bantu saja kalau memang betul (yang bersangkutan) ada di Jakarta, dihadirkan,” tambah Anang.

Pengacara Klaim Silfester Berada di Jakarta

Sementara itu, pengacara Lechumanan, yang mewakili Silfester, menyebut kliennya tidak bersembunyi dan saat ini berada di Jakarta.  “Pak Silfester yang intinya ada di Jakarta. Itu dulu saya jelaskan ya,” ujar Lechumanan saat ditemui di Mabes Polri.

Namun, ia justru mempertanyakan urgensi eksekusi terhadap kliennya. Lechumanan menyinggung adanya gugatan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan (ARRUKI) terhadap Kejari Jakarta Selatan yang dianggap menghentikan perkara Silfester, namun gugatan tersebut telah ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Atas dasar itu, Lechumanan menilai bahwa tidak ada lagi alasan hukum untuk menjalankan eksekusi terhadap kliennya.

“Artinya apa? Eksekusi tidak perlu dilaksanakan lagi. Itu yang perlu saya sampaikan. Terkait dengan referensi hukum yang bisa saya sampaikan terhadap perkara Silfester Matutina,” jelasnya.

Ia berpendapat bahwa pasal yang digunakan untuk menjerat Silfester sudah kedaluwarsa, sehingga pelaksanaan putusan tidak relevan lagi.

“Bahwa jelas pasal yang menjerat Pak Silfester telah kedaluwarsa. Menjalankan putusan terkait dengan undang-undang hukum pidana yaitu Pasal 84, 85. Bahwa peristiwa tersebut telah kedaluwarsa dan tidak patut untuk dieksekusi lagi,” katanya.

Akan Ajukan Peninjauan Kembali

Selain mempermasalahkan dasar hukum eksekusi, Lechumanan juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta Kejari Jakarta Selatan untuk menunda pelaksanaan putusan. Alasannya, Silfester berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya.

“Jadi jangan dipaksakan. Kalau dipaksakan kami akan ajukan upaya hukum terhadap Kejari Jakarta Selatan,” ujar Lechumanan menegaskan.

Pernyataan ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara jaksa eksekutor dan tim kuasa hukum terkait pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Latar Belakang Kasus

Kasus yang menjerat Silfester Matutina bermula dari laporan yang diajukan oleh kuasa hukum Jusuf Kalla ke Mabes Polri pada 2017. Dalam laporan tersebut, Silfester dituduh melakukan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap JK dan keluarganya melalui sebuah orasi publik.

Meski demikian, Silfester bersikeras bahwa pernyataannya bukan bentuk fitnah, melainkan kritik sosial terhadap kondisi bangsa. “Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” kata Silfester.

Proses hukum kemudian bergulir hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). MA akhirnya memutuskan bahwa Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara.

Kejagung Minta Koordinasi Aktif

Dengan belum dieksekusinya putusan tersebut, Kejagung kini menghadapi tantangan dalam memastikan penegakan hukum berjalan sebagaimana mestinya. Pihak Kejaksaan berjanji tetap melakukan pencarian dan koordinasi dengan berbagai instansi, namun menilai dukungan dari kuasa hukum sangat diperlukan agar eksekusi bisa segera dilakukan tanpa konflik hukum yang berlarut.

Sikap Kejagung ini menegaskan bahwa proses hukum terhadap Silfester belum berakhir, meski ada upaya hukum tambahan dari pihak pengacara.

Dalam kasus ini, publik juga menyoroti mengapa seorang terpidana yang sudah divonis tetap belum ditahan hingga waktu yang lama setelah putusan inkrah. Keterlambatan eksekusi dinilai bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Sementara itu, Kejaksaan tetap bersikap hati-hati agar langkah hukum yang diambil tidak menimbulkan sengketa baru. “Kita jalankan sesuai aturan. Prinsipnya, setiap langkah eksekusi harus sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Anang menutup pernyataannya.

Dengan situasi ini, teka-teki keberadaan Silfester Matutina masih menggantung. Pihak kejaksaan menegaskan terus melacak keberadaannya, sementara pengacaranya bersikukuh bahwa kliennya tidak perlu dieksekusi. 

Hingga kini, publik menunggu langkah selanjutnya dari Kejagung — apakah akan menetapkan Silfester sebagai buronan atau menunggu hasil PK yang disebut-sebut akan diajukan kembali oleh tim kuasa hukumnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index