Prabowo Subianto

Prabowo Ungkap Inspirasi Ekonomi dari Jejak Sang Ayah

Prabowo Ungkap Inspirasi Ekonomi dari Jejak Sang Ayah
Prabowo Ungkap Inspirasi Ekonomi dari Jejak Sang Ayah

JAKARTA - Di hadapan para pemimpin bisnis dunia, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bagaimana pandangan ekonominya terbentuk dari perjalanan panjang keluarganya yang sarat dengan nilai perjuangan dan pemikiran intelektual.

Dalam Forbes Global CEO Conference 2025 bertajuk “The World Pivot” di Hotel St. Regis Jakarta, Rabu 15 Oktober 2025, Prabowo berbicara dalam sesi “Pertemuan Pikiran” bersama Steve Forbes, Chairman dan Editor in Chief Forbes Media.

Pertanyaan Forbes membuka sisi pribadi dan historis dari Presiden ke-8 RI itu. Ia menyinggung garis keturunan keluarga Prabowo yang dikenal memiliki peran besar dalam dunia ekonomi Indonesia.

“Kakek Anda adalah pendiri salah satu bank terkenal, dan ayah Anda adalah ekonom brilian yang pernah melayani dua presiden Indonesia, Soekarno dan Soeharto. Bagaimana latar belakang keluarga Anda membentuk pandangan ekonomi Anda?” tanya Forbes.

Pertanyaan tersebut membawa Prabowo mengenang perjalanan hidup ayahnya, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, seorang ekonom legendaris Indonesia yang pemikirannya banyak memengaruhi arah ekonomi nasional.

Dari Kolonialisme ke Kemerdekaan: Awal Pemikiran Sosialis

Prabowo menjelaskan bahwa pandangan ekonominya tidak bisa dilepaskan dari latar sejarah keluarganya.

“Kakek saya hidup pada masa Indonesia masih menjadi koloni Belanda. Ayah saya menempuh pendidikan ekonomi di Belanda pada tahun 1940-an, masa ketika bangsa kami tengah berjuang untuk merdeka,” ujarnya.

Menurut Prabowo, pada masa itu, banyak pemimpin muda di Asia dan Afrika menganut ideologi sosialis, karena dianggap sejalan dengan semangat anti-kolonialisme.
“Saat itu, hampir semua gerakan muda di Asia dan Afrika berhaluan kiri sosialis, bahkan komunis. Ayah saya pun seorang sosialis muda dan sempat menjadi pemimpin Partai Sosialis Indonesia,” kenangnya.

Idealisme sosialisme yang dipegang Sumitro, kata Prabowo, tumbuh dari semangat keadilan sosial dan kesetaraan yang menjadi cita-cita bangsa baru merdeka. Namun, perjalanan intelektual sang ayah kemudian membawanya pada transformasi pemikiran besar.

Titik Balik: Ketika Sumitro Bertemu Dunia Kapitalis

Perubahan cara pandang itu terjadi saat Prof. Sumitro ditugaskan ke New York sebagai perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Di kota itu, Sumitro berinteraksi dengan banyak tokoh bisnis Amerika Serikat—para kapitalis yang justru memiliki semangat anti-kolonial.

“Di New York, beliau bergaul dengan banyak tokoh bisnis Amerika. Mereka para kapitalis, tapi juga anti-kolonialis dan menentang imperialisme. Ayah saya sering menyebut nama Matthew B. Fox, pendiri 20th Century Fox, yang membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia,” ungkap Prabowo.

Pertemuan lintas ideologi itu membuat Sumitro melihat kapitalisme dari sisi lain: bukan hanya sebagai sistem yang mengejar keuntungan, tetapi juga ruang bagi kebebasan berusaha dan kemandirian ekonomi.

“Dari pengalaman itu, ayah saya belajar bahwa kapitalisme juga memiliki nilai-nilai penting yang dapat bersinergi dengan semangat sosialisme,” jelas Prabowo.

Keseimbangan antara Sosialisme dan Kapitalisme

Ketika kembali ke Tanah Air, Sumitro tidak lagi memandang dunia ekonomi dalam dikotomi tajam antara kiri dan kanan.

“Ketika kembali ke Indonesia di awal masa kemerdekaan, beliau menjadi lebih seimbang. Masih berpikir sosialis, tapi memahami pentingnya kebebasan berusaha dan kewirausahaan,” kata Prabowo.

Pemikiran itu kemudian menular kepada Prabowo muda. Ia mengenang satu percakapan yang membekas kuat, ketika dirinya bertanya langsung kepada sang ayah tentang sistem ekonomi terbaik bagi bangsa Indonesia.

“Ayah saya menjawab, sistem terbaik untuk Indonesia haruslah sistem ekonomi campuran mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan sosialisme,” ujarnya.
Baginya, pandangan ayahnya tersebut kini terbukti menjadi relevan secara global. “Saya rasa, pandangan itu kini menjadi arus utama dunia, seperti the third way ala Tony Blair,” tambahnya.

Pandangan Prabowo: Tiap Negara Harus Temukan Jalannya Sendiri

Bagi Prabowo, pemikiran sang ayah merupakan warisan intelektual yang tetap hidup di tengah tantangan ekonomi abad ke-21.
Ia menekankan bahwa tidak ada satu sistem ekonomi yang cocok untuk semua negara.

“Di abad ke-21 ini, tidak mungkin satu filosofi ekonomi cocok untuk semua negara. Setiap bangsa harus menemukan sistem yang bekerja untuk dirinya sendiri,” tegasnya.

Pernyataan ini mencerminkan keyakinan Prabowo bahwa keseimbangan antara efisiensi pasar dan tanggung jawab sosial adalah kunci keberlanjutan ekonomi modern.

Dalam konteks Indonesia, pandangan tersebut sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran yang berupaya menumbuhkan ekonomi inklusif dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan.

Warisan Pemikiran yang Tetap Relevan

Warisan pemikiran Prof. Sumitro Djojohadikusumo menjadi fondasi penting dalam pandangan ekonomi Prabowo hari ini.

Sebagai seorang nasionalis sekaligus ekonom, Sumitro mengajarkan bahwa Indonesia perlu membangun ekonomi berdasarkan kekuatan sendiri tanpa menutup diri terhadap dunia luar.

Pandangan itu terasa dalam langkah-langkah Prabowo yang menekankan sinergi antara peran negara dan sektor swasta, serta keterbukaan terhadap inovasi dan kerja sama internasional.

Bagi Prabowo, inspirasi dari sang ayah bukan hanya tentang teori ekonomi, melainkan juga nilai moral dan pragmatisme politik ekonomi: bagaimana menjaga kemandirian nasional sambil tetap belajar dari keberhasilan sistem lain.

Menghidupkan Kembali Semangat Ekonomi Nasional

Kisah keluarga Djojohadikusumo menjadi cermin perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam mencari sistem ekonomi yang adil, efisien, dan berdaulat.

Lewat forum internasional seperti Forbes Global CEO Conference, Prabowo tidak hanya menyampaikan visi ekonomi nasional, tetapi juga memperkenalkan narasi kebangsaan yang berpadu dengan wawasan global.

Dengan menggabungkan nilai sosialisme dan kapitalisme, Prabowo menegaskan komitmennya untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat namun berkeadilan.

Pemikiran itu, yang lahir dari nasihat seorang ayah kepada anaknya, kini menjadi dasar arah kebijakan seorang presiden kepada bangsanya.

“Sistem terbaik untuk Indonesia haruslah sistem ekonomi campuran mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan sosialisme,” ujar Prabowo mengutip pesan ayahnya—sebuah pandangan yang kini menjadi prinsip ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinannya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index