CEPA

IEU-CEPA Jadi Strategi Indonesia Hadapi Tarif Dagang Global

IEU-CEPA Jadi Strategi Indonesia Hadapi Tarif Dagang Global
IEU-CEPA Jadi Strategi Indonesia Hadapi Tarif Dagang Global

JAKARTA - Langkah Indonesia menandatangani perjanjian ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa (IEU-CEPA) menjadi momentum penting di tengah dinamika perdagangan dunia yang semakin proteksionis. 

Presiden Prabowo Subianto menyebut kesepakatan tersebut sebagai “terobosan besar” yang hadir tepat ketika kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat mulai menekan banyak negara, termasuk Indonesia.

Penandatanganan IEU-CEPA secara substantif dilakukan pada 23 September 2025, menandai berakhirnya proses negosiasi panjang selama satu dekade yang sempat mandek. 

Bagi Prabowo, kesepakatan ini bukan sekadar dokumen ekonomi, tetapi simbol kesiapan Indonesia menghadapi perubahan tatanan perdagangan global yang kian kompleks.

“Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (CEPA) ini menjadi sebuah terobosan karena muncul tepat ketika pemerintah Amerika memulai kampanye tarif mereka,” ujar Prabowo dalam Forbes Global CEO Conference di Hotel St Regis, Jakarta Pusat.

Diversifikasi Pasar, Hindari Ketergantungan pada Satu Negara

Bagi pemerintah, IEU-CEPA berperan strategis untuk memperluas akses ekspor Indonesia dan membuka peluang investasi dari Eropa. Prabowo menilai perjanjian semacam ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

“Perjanjian seperti ini penting untuk membuka akses pasar yang lebih luas dengan manfaat saling menguntungkan,” tegasnya.

Tak berhenti pada Uni Eropa, Prabowo memastikan pemerintah akan mempercepat negosiasi dengan negara dan blok ekonomi lain untuk mencapai perjanjian serupa.

“Dan itulah mengapa sekarang kita memiliki CEPA dengan Uni Eropa. Saya juga menyaksikan penandatanganan CEPA dengan Kanada. Dan saya pikir kita semakin berusaha untuk mencapai perjanjian semacam ini dengan sebagian besar pasar, dengan Amerika Latin, dengan RCEP, dan CPTPP, dan sebagainya,” tambahnya.

Tarif Trump Jadi Peringatan bagi Indonesia

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Prabowo menyinggung kebijakan tarif resiprokal yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Ia menyebut kebijakan itu sebagai wake-up call bagi Indonesia agar tidak hanya bergantung pada satu pasar utama.

“Pemerintah Amerika memulai kampanye tarif mereka, dan itu menjadi pesan bahwa Indonesia tidak boleh bergantung pada satu negara sebagai pasar,” ujarnya.

Kebijakan tarif tersebut diberlakukan Trump terhadap 180 negara, termasuk Indonesia. Barang-barang Indonesia yang masuk ke pasar Amerika semula dikenakan tarif hingga 32 persen. Setelah negosiasi panjang, tarif tersebut akhirnya diturunkan menjadi 19 persen dengan berbagai syarat.

Menurut Prabowo, langkah proteksionis AS dapat dipahami dari sudut pandang nasionalisme ekonomi. Ia menilai kebijakan Trump dilandasi keinginan melindungi pasar domestik dan memastikan keseimbangan perdagangan internasional.

“Saya memahami sudut pandang Presiden Trump. Maksud saya, Amerika tidak bisa begitu, kan? Seluruh dunia menganggap Amerika sebagai pasar yang bagus, tapi di sisi lain, mereka juga tidak membuka pasar mereka untuk barang-barang Amerika. Jadi, tugas setiap pemimpin adalah berusaha melindungi rakyatnya,” kata Prabowo.

Perlindungan Pasar Domestik Jadi Kunci

Kendati menyoroti pentingnya ekspansi ke pasar global, Prabowo menegaskan bahwa kekuatan ekonomi Indonesia sesungguhnya terletak pada pasar domestik. Dengan populasi mendekati 300 juta jiwa, ia menilai daya beli masyarakat harus menjadi motor utama pertumbuhan nasional.

“Yang lebih penting sebenarnya adalah pasar Indonesia. Jumlah penduduk kami hampir 300 juta jiwa. Jadi, kami harus benar-benar meningkatkan kapasitas dan daya beli kami,” ujar Prabowo.

Presiden juga menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat miskin sebagai bagian dari strategi memperkuat ekonomi nasional.
“Itulah mengapa saya ingin benar-benar memberdayakan masyarakat miskin di Indonesia. Itu akan menciptakan konsumsi domestik,” tambahnya.

Pandangan tersebut memperlihatkan pendekatan ganda dalam kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo—yakni memperkuat kemandirian nasional di satu sisi, sekaligus memperluas jejaring perdagangan internasional di sisi lain.

Langkah Strategis di Tengah Kompetisi Global

Perjanjian IEU-CEPA dinilai sebagai bentuk adaptasi Indonesia terhadap dinamika global yang berubah cepat. Ketika sejumlah negara berlomba memperketat kebijakan dagang, Indonesia justru memilih jalur kerja sama yang inklusif dan berbasis saling menguntungkan.

Dengan kesepakatan ini, diharapkan tarif bea masuk bagi produk Indonesia ke Uni Eropa dapat berkurang, sekaligus membuka peluang investasi di sektor berteknologi tinggi, energi hijau, dan industri berkelanjutan.

Sementara itu, dari sisi politik ekonomi, langkah ini juga memperkuat posisi tawar Indonesia di tengah “tarif war” antara kekuatan besar dunia seperti AS, Tiongkok, dan Uni Eropa.

Kemandirian Ekonomi di Tengah Tantangan Global

Prabowo memandang pergeseran kebijakan global, termasuk tarif Trump, sebagai pelajaran penting bagi Indonesia. Ia menilai setiap negara berhak melindungi kepentingan ekonominya, namun tetap harus memastikan kerja sama internasional berjalan adil.

“Adalah tugas setiap pemimpin untuk melindungi rakyatnya,” tegas Prabowo, seraya menambahkan bahwa Indonesia harus menjadi pemain aktif di semua pasar, bukan sekadar penonton dalam arus perdagangan dunia.

Dengan prinsip tersebut, Indonesia kini melangkah menuju era ekonomi baru yang lebih terbuka, adaptif, dan berdaya saing tinggi. IEU-CEPA bukan sekadar dokumen formal, tetapi simbol dari visi ekonomi Prabowo yang ingin menempatkan Indonesia sebagai kekuatan strategis di kancah global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index